Friday, December 19, 2014

Watching Supernova





Wow! Itu adalah kesan pertama waktu aku melihat trailer film supernova. Tampilan gambarnya tampak megah and i do love the music scoring. Misterius sekaligus menantang. Aku harus menonton film ini.


Aku tidak pernah menyukai fisika dan hanya menyukai kimia saat duduk di bangku kelas 2 SMA, itupun karena gurunya pintar membuatku mengerti tentang rumus-rumus membingungkan. Selebihnya, aku tetap tidak suka. Ketika novel supernova: ksatria, putri, dan bintang jatuh dirilis, aku pikir itu novel romance biasa karena yang menulis juga seorang artis. Tapi ternyata salah besar. Novel itu sangat unik. Di dalamnya banyak sekali istilah-istilah fisika kimia yang 'njelimet' dan membuat kening berkerut-kerut, tapi anehnya aku tak bisa langsung menutup novel itu. Aku terlanjur kepincut dengan kecerdasan dewi 'dee' lestari dalam menerjemahkan perasaan dan hubungan tokoh-tokohnya ke dalam reaksi fisika kimia. Aku jatuh cinta pada novel ini bahkan ketika masih tetap tidak suka fisika kimia. 

Itu lebih dari 10 tahun yang lalu, dan ingatanku tentang isi novel itu terasa lepas-lepas. Dan kemarin akhirnya aku menonton supernova. Salah satu teman bilang, filmnya bagus, membuat dia lebih mengerti isi novel yg sudah dia baca, efeknya juga keren. Sementara teman yang lain bilang nggak ngerti sama jalan ceritanya, dan aku bilang "makanya baca novelnya :)".

Hmmm..aku menyadari kalau komenku itu sekedar ledekan yang sebenarnya tidak masuk akal. Karena bagi aku sendiri buku dan film adalah media bagi sebuah karya yang harusnya bisa sama-sama dinikmati tanpa harus dikait-kaitkan. Kalau kita harus membaca buku untuk bisa mengerti sebuah film, lantas apa gunanya menonton filmnya? Mending baca bukunya aja.

Ya, tampilan film ini memang grande. Mengekspos pemandangan alam yang indah dan interior design yang elegan. Aku menyukai pemilihan setiap detail ruangan yang ditempati tokoh-tokohnya. Dan efek yang digunakan juga keren. Jalur ceritanya masih bisa dimengerti, hanya saja karakter tokoh-tokohnya menurutku tidak cukup kuat. Herjunot Ali agak kelewat imut untuk memerankan karakter Ferre, tapi di beberapa scene kekuatan dialog dan mimik mukanya terlihat cukup kuat. Sosok Raline Shah juga kurang kuat. Sebagai seorang perempuan yang berhasil mendobrak prinsip seorang laki-laki yang telah mengikrarkan diri untuk tidak terbelit cinta yang mampu meruntuhkan dunianya, penampilan Raline kurang stunning, biasa aja. 

Postur top model Paula Verhoeven yang berperan sebagai Diva memang terlihat bagus, tapi ekspresi yang ditampilkannya datar-datar saja. Sementara sosok Diva yang digambarkan Dimas dan Rueben  tidak hanya cantik, menarik, tetapi juga kharismatik, cerdas, berkarakter kuat, sinis, dan pandai membungkus kesinisannya dalam kata-kata tak terbantahkan yang membuat para lelaki alih-alih merasa terhina dengan semua ucapannya, malah tambah bertekuk lutut di bawah kakinya. Sayangnya itu tidak muncul. Justru tokoh Dimas dan Rueben yang diperankan Hamish Daud dan Arifin Putra cukup menarik. Chemistry dan ekspresi yang mereka tampilkan lebih kuat dibandingkan yang lain.

Film ini penuh dengan narasi para pemerannya, tapi saking penuhnya dan beberapa repetisi serta penekanan-penekanan yang terasa kurang mantep membuatnya terdengar cukup membosankan. Bagi yang sudah membaca novel supernova pasti tahu bahwa bahasa yang digunakan dewi lestari di novel ini sangat advanced, sehingga pastinya tidak mudah untuk menyederhanakan. Mungkin itu tujuan kenapa percakapan-percakapan filosofis dengan supernova ditampilkan dalam bentuk tulisan-tulisan, supaya bisa lebih mudah dimengerti. Tapi entah kenapa mata saya terasa lelah. Tampilan layar tampak penuh dengan kata-kata yang tidak serta merta bisa di cerna, istilah-istilah yang tidak familiar. Ditambah dengan terjemahan berbahasa inggris yang ditampilkan membuat layar semakin penuh sesak. Aku sampai membayangkan kalau ada insert di pojok layar berisi glossary pasti habis ini layar sama kumpulan kata-kata, tetapi setidaknya membuat orang tidak perlu capek berpikir apa arti bifurkasi atau serotonin hehehe.

Film ini juga penuh dengan efek suara berdentam, yang di beberapa bagian memperkuat kesan yang ditampilkan di layar, tetapi terasa terlalu banyak sehingga cukup melelahkan telinga. Semua orang tahu bahwa film ini nantinya akan bersambung. Ada pertanyaan-pertanyaan menggantung yang menandainya di akhir film. Dan sekali lagi kemisteriusan pada ending film ini terasa kurang menggigit.

Well, tentunya ini hanya penilaianku secara pribadi murni sebagai penonton awam yang tidak menguasai seluk beluk teknik pembuatan film, yang mungkin terlalu berharap nama besar Rizal Mantovani mampu menghadirkan kesan wow! seperti yang aku rasakan saat melihat trailer-nya.

Tapi bagaimanapun aku tetap merekomendasikan film ini sebagai salah satu film yang harus ditonton. Upaya untuk menyuguhkan novel science fiction ke layar lebar yang pastinya sangat tidak mudah, tetap layak diapresiasi. Masalah suka atau tidak suka, puas atau tidak puas, bagus atau tidak bagus semestinya ada setelah menonton.

So, happy watching everyone :)






3 comments:

  1. Akhirnya aku nonton Supernova dengan segala 'keganjilannya' :D
    Senang bisa menikmati film ini sebagai sebuah film. Ada tnda tanya di awal, tapi berbuah jawaban di akhir film. Ga nyangka bisa 'masuk' ke dalam cerita.

    Secara detail, semua bagus :)

    Tfs, Ai. Ulasanmu mendorong aku untuk nonton. Tadinya udah mau mundur lho hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nice to know mba..ga sabar menanti lanjutan seri supernova ini di layar lebar. Semoga lebih ciamik :D

      Delete
    2. Semoga. Dan kapan kah lanjutannya itu? Mari menanti :D

      Delete