Thursday, December 25, 2014

Pendekar Tongkat Emas : A New Milestones of Martial Arts Movie in Indonesia

Nah..kalau film ini bikin aku kepincut gegara ulasan mba rien di travelerien.com. Dengan tutur bahasa yang menggoda, mba rien memaparkan gambaran film ini dan ditambahi iming-iming keeksotisan alam Sumba Timur (NTT). Membacanya saja bikin ngiler.

Sejujurnya aku tidak terlalu suka film-film silat klasik dalam negeri. Aku menonton beberapa diantaranya, seperti wiro sableng, saur sepuh, tutur tinular, atau kalau ada yang ingat, dulu pernah tayang serial ketoprak sayembara. Aku menyukai cerita-cerita klasik khas negeri ini yang ditampilkan film-film itu, tetapi seringkali aku dibuat tertawa sendiri dengan adegan silat yang terlihat konyol padahal harusnya tampak gagah saat adu kesaktian. Mungkin pada saat itu resources-nya memang belum memadai sehingga yang dihasilkan tampak seadanya. Bahkan film-film cina seperti Return of The Condor Heroes yang waktu kecil adegan berantemnya aku anggap keren pun, tampak konyol di sana-sini ketika diamati lebih jauh. Bedanya, di negeri nun jauh disana itu, kemampuan resources-nya terus meningkat. Baik dari segi penyutradaraan, kemampuan pemain terutama dalam hal silat, juga efek yang digunakan tampak meningkat pesat. Sementara, di Indonesia film silat klasik seolah mati suri. 

Akankah film ini memberikan kesan berbeda?


Amazing View


Padang Savana Sumba Timur 
Tebing Pantai Sumba Timur

Film ini memanjakan mata dengan indahnya alam Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, keeksotisan alam yang masih sangat jarang diekpos di media. Ifa Isfansyah benar-benar mengekspos setiap sudut alam sumba habis-habisan. Tak menyangka kalau itu ada di negeri tercinta ini. Seketika aku merapal mantra, aku harus kesana, setidaknya satu kali seumur hidup :). Oya, jangan sampai salah sebut Sumba dengan Sumbawa ya, karena ternyata beberapa orang mengira itu daerah yang sama. Sekalipun sama-sama terkenal dengan kualitas kudanya yang super, Sumba dan Sumbawa adalah dua daerah yang tidak hanya berbeda propinsi tapi juga berbeda pulau yang dipisahkan oleh lautan. Sumba terletak di NTT, sementara Sumbawa terletak di NTB. Jadi, jangan sampai salah membeli tiket saat akan travelling kesana hehehe.

Full of Stars

Keeksotisan Sumba Timur lalu diwarnai dengan suara khas Christine Hakim yang menuturkan awal kisah ini bermula. Christine Hakim adalah salah satu artis yang suaranya sangat aku sukai. Keibuan sekaligus berwibawa. Cocok memerankan tokoh pemimpin yang di segani di jagat persilatan yang memiliki kasih tak terbatas terhadap anak-anak musuh yang diasuhnya. Secara keseluruhan aku menyukai pemilihan peran di film ini. Pas. Namun, sekalipun aku selalu suka dengan semua karakter yang diperankan Nicholas Saputra, tapi kali ini bukan dia yang paling mencuri perhatianku. 

Reza Rahardian berperan sebagai Biru
Adalah Biru, murid terkuat dari Cempaka (Christine Hakim), diperankan oleh Reza Rahadian, yang tampak menarik sedari awal. Karakter licik, bengis, dan ambisius dibawakan dengan mimik yang natural. Bahkan satu tarikan bibir keatas mampu membuat wajah Reza terlihat menakutkan dan mengancam tanpa perlu banyak berkata-kata. Begitu pula dengan Gerhana, kekasih biru yang diperankan oleh Tara Basro. Lirikan matanya menyiratkan kelicikan seorang perempuan, yang mampu menghalalkan segala cara demi mencapai ambisinya bersama biru. Pasangan ini terlihat mematikan.

Pemilihan peran anak-anaknya juga bagus. Aria Kusumah berperan sebagai angin, murid Cempaka yang termuda, tidak mau bicara tapi bisa bicara, menjadi sosok yang penting dalam film ini. Angin seolah menjadi gambaran karakter yang murni, tanpa dosa, tanpa ambisi, hanya mengabdi pada kebajikan dan kebenaran. Sosok yang berilmu tinggi tapi tak sesumbar. Dia memilih bertindak bukan bermain kata-kata. Sementara bocah kecil yang menutup film ini, anak dari Biru dan Gerhana juga tak kalah menarik dalam penampakannya yang tak lama. Gerakan silatnya juga lincah seperti angin. Tapi yang paling menarik adalah mimik mukanya tampak mirip dengan Gerhana. Matanya menyiratkan kelicikan yang sama. Membuat penonton menerka-nerka, akankah ia menuntut balas kematian kedua orang tuanya?. Lucunya ketika saya berusaha browsing siapa nama pemeran anak itu dan siapa nama yang diperankannya, tidak ketemu. Bahkan di sebuah artikel dituliskan bahwa Riri Riza saja tidak tahu nama anak itu. Dan..ternyata anak itu perempuan, saya pikir dia laki-laki hehehe.

Film dengan budget 25M ini benar-benar bertabur nama besar. Erwin Gutawa yang didapuk menjadi penata musik memoles film ini dengan paduan bunyi-bunyian khas lokal dan musik modern yang grande dan bikin merinding. Efek yang digunakan dalam film ini juga keren. Wardrobe nya apik. Saya paling suka sama kostum pasangan Biru-Gerhana, serba hitam yang dipadu dengan tenun khas Sumba. Benar-benar apik. Quote-quote sarat makna yang ada di film ini juga sangat berkesan. Tak heran, Jujur Pranato dan Seno Gumira Ajidarma ada di jajaran penulis script. Aggun C Sasmi yang membawakan Original Music Soundtrack berjudul Fly My Eagle menambah semaraknya film ini akan talenta-talenta besar. 


Kostum hitam yang dipadu dengan tenun khas Sumba. Kece!

The Battle

Aku menunggu-nunggu adegan silatnya. Akankan aku temukan kekonyolan yang membuatku tertawa? Ternyata tidak. Adegan adu ilmu silat dalam film ini terlihat ciamik, seolah para lakonnya memang ahli dalam bertarung. Film ini berhasil menampilkan adegan pertarungan dengan tingkat kerumitan, kecepatan serta akurasi yang tinggi. Setelah adegan bertarung dalam lift di film Merantau dan perkelahian panjang yang memukau dalam film The Raid, dimana keduanya diperankan oleh Iko Uwais, baru di film ini aku menonton lagi adegan bertarung seperti yang sering ditampilkan film-film laga cina. Lagi-lagi tak heran, karena yang melatih para pemain selama 8 bulan adalah Xiong Xin Xin, pemeran pengganti Jet Li dalam film Martial Arts of Shaolin.


Eva Celia in Action

Secara keseluruhan saya sangat menikmati film ini, hanya ada sedikit, sedikit saja yang terasa kurang. Jurus melingkar bumi yang menjadi kunci terbukanya kedahsyatan kekuatan tongkat emas, yang dilatih dengan sangat intens oleh Elang (Nicholas Saputra) dan Dara (Eva Celia) tampak kurang spektakuler. Ketika dilatihnya tampak sangat serius dan rumit, tapi ketika jurus itu di keluarkan sebagai jurus pamungkas, saya sempat membatin 'ehh,,gitu doang jurusnya?'. Dan yang agak menggelitik telinga saya adalah dialek bahasa yang digunakan. Entah kenapa saya merasa bahasanya masih cukup kental dengan dialek bahasa Indonesia kekinian. Ya..tidak lantas berharap menjadi bahasa sumba sih, tetap bahasa Indonesia tetapi dengan dialek dan intonasi yang lebih kuno, sesuai dengan setting waktu di masa lampau. Atau ketika Dara memanggil 'pak' kepada salah seorang penduduk, terdengarnya janggal. Memang jaman dahulu kala di negeri antah-berantah, panggilan pak itu common ya?. Ahh, tapi itu detail kecil yang tidak mengurangi kualitas film ini :).

Bagi saya, sekali lagi duo Mira Lesmana-Riri Riza berhasil menorehkan sejarah baru dalam kebangkitan film silat klasik di Indonesia. Dedikasi keduanya terbukti total. Semua  detail dikerjakan oleh orang-orang terbaik di bidangnya. Semangat mereka untuk menampilkan seni budaya Indonesia dengan latar keindahan sudut negeri yang belum terjamah sungguh layak mendapatkan standing applause. Butuh biaya, tenaga dan konsistensi yang luar biasa untuk memboyong kurang lebih 300 kru ke Sumba Timur, berjibaku dengan alam yang kadang tak bersahabat selama 3 bulan.  Film yang diklaim sebagai genre martial art pertama di Indonesia ini sungguh highly recomended. Semoga film ini mampu membangkitkan lagi dunia perfilman yang berkualitas di Indonesia sehingga bisa memberikan sumbangsih dalam membentuk karakter generasi muda yang lebih positif. Semoga.

Perjuangan para kru film Pendekar Tongkat Emas
” Sanggupkah menahan diri untuk tidak menang karena sesungguhnya tidak ada kemenangan dalam ilmu apapun ketika kemenangan selalu menjatuhkan korban.”



Happy watching everyone :)


3 comments:

  1. Aini berbakat jadi penulis review :)

    ReplyDelete
  2. Oh iya itu menarik sekali infonya. Jangan keliru tentang Sumba. Sumba bukan Sumbawa :D

    ReplyDelete
  3. Waahh, masih belum sejago mba rien mengemas semua tulisan jadi menarik pembaca buat tahu lebih banyak. Seriously, aku tahu film ini dan ngiler karena review mba rien, bukan dari media lain hehehe.

    ReplyDelete